List Price : Rp 59.000
Your Price : Rp 50.150 (15% OFF)
Penerbit : Diva Press
Edisi : Soft Cover
ISBN : 9799634229
Bahasa : Indonesia
Ukuran : 14 x 20 cm
Sinopsis Buku:
Namaku Hardi Kobra. Kalau ada orang yang ngaku preman, penjudi, pembunuh, pemabuk, penzina, atau penguasa gelap suatu kawasan di Jakarta ini yang tak gemetar kala disebut namaku, pastilah dia orang baru di sini. Jika diadakan status jabatan presiden untuk dunia hitam ini, maka akulah presidennya! Berbagai jenis pertarungan, perkelahian, tawuran, dan pembunuhan pernah kulakukan. Bahkan, sekalipun kadangkala hanya atas nama sesuatu yang maya: kehormatan sebagai preman!
Itulah aku, Hardi Kobra, tapi itu dulu... Di atas semua kemewahan dan kehormatan yang kumiliki sebagai penguasa dunia hitam di sini, di kala setiap preman tunduk atas titahku dan setiap wanita nakal selalu setia dengan bangga menemani tidurku, aku tak kunjung menemukan jati diriku sebagai manusia yang berakal dan berhati. Jiwaku tak pernah bahagia dengan semua keduniawian ini. Ruhaniku selalu nestapa dan lara di atas semua kekejian dan kemungkaran ini.
Di manakah Engkau, Kebahagiaanku? Di manakah Engkau. Jiwaku? Di manakah Engkau, Ruhaniku?
Aku termasuk insan beruntung lantaran aku dihentakkan oleh suatu peristiwa mahadahsyat yang menjebol semua kekelaman hatiku. Cahaya Keilahian itu begitu teduh menyelusupi hatiku, batinku, ruhaniku.
Inikah Yang Maha Kuasa itu? Inikah Engkau, ya Allah...?
Novel inspiratif berlatar kisah kehidupan kelam dan keras dunia premanisme Jakarta ini menyajikan kesaksian-kesaksian perjuangan ruhaniah seorang pemuka preman paling digentari, Hardi Kobra. Settingnya yang kuat, alurnya yang kompleks tapi sangat terjaga, serta ledakan-ledakan konflik yang mengenaskan dan kadangkala mengharukan siap menghantarkan setiap kita untuk mengarungi jagad kelam premanisme ibukota. Sebuah bacaan religius Islam bercorak Thriller dengan citarasa lokal yang sanggup menggugah rasa penasaran pada setiap helainya.. Inilah novel yang sangat inspiratif, yang akan
menghantarkan Anda menjadi lebih menghargai kehidupan ini...
Begini, minah “ Ujar ayahnya. Rahman dan Aminah memandang ayahmu. “ awas kau, sira kalau berani bicara !” Rahman khawatir.
“ dasar ayahmu, terus saja dia ngomong “, Ujar Ridwan
Begini, Minah, kami bertiga taruhan siapa yang dapat kamu.
Aku sama ridwan punya duit, tapi suamimu boke dia taruhan pake anak kambingnya yang baru lahir. Sira cengengesan.
“ Kambing kau, Sira !” Teriak Rahman
“ Tuh, Kan ? dia Cuma punya kambing…,” :Ledek ayahmu lagi.
Rahman pasrah rahasianya kebongkar Aminah Merengut. Dongkol mungkin Cuma dihargai anak kambing
“ Kau tau, Hardi, waktu cemberut itu ibumu cantik sekali….,” desah Ridwan sambil menghela napas, lalu tersenyum sendiri
Hardi ikut tersenyum dia percaya ibunya dulu cantik sebab sekarangpun masih menyimpan sisa – sisa kecantikan diwajahnya.
“ Tadeinya ku kira kami diatas angin. Eh, kau tau Aminah ngomong begini, biarlah kambing Daeng Rahman tetap paling ganteng.
“ Matilah angin, sewot lagi kita melihat Rahman mmemeluk mesra istrinya….”
Hardi makin tersenyum. Senang tau ibunya punya pendirian.
“ Setelah kejadian itu, kami bertiga makin kental bersahabat.
Ibumu perekapnya. Kami saling menggunjungi walau masing – masing menempuh jalannya sendiri.
Rahman senang cocok tanam, Sira suka ikan – ikanan, dan aku berdagang….,” sambung Ridwan.
Hening sejenak.
“ Hardi, kau sudah pernah naik kapal seperti ini?”
“ Belum, Pak Haji. Ini pertama kali.”
“ Kalau gitu baiknya kau penyesuaian dulu. Tidur. Kalau engga, mabuk nanti.”
Hardi mengiyakan, perutnya memang mulai terasa mual. Dia berjalan mengikuti Ridwan masuk ke kabinya.
“ Tidurlah disini, jangan makan dulu.”
Ridwqan mengijinkan Hardi tidur dikabinya. “ Nanti malam kita lanjutkan lagi ceritanya, sekarang kau istirahat. Aku mau keanjungan. “ Dia Keluar sambil menutup pintu.
Ada dua tempat tidur disitu. Hardi merebahkan diri ditempat tyidur yang lebih kecil. Perutnya makin parah, Seperti diaduk – aduk.
Saat itu, Hardi tidak ingin apa – apa kecuali, maka tidurlah dia…………..
Entah berapa lama Hardi tertidur sampai Ridwan membangunkannya. Dia membuka mata dsan langsung duduk dipinnggir tempat tidur. Kepalanya keleyengan pusing daan perutnya makin mual. Dia menahan rasa tidak enak itu dengan menarik napas panjang. “
Mual? “
Hardi mengangguk pelan.
Ridwan mengeluarkan bungkusan kecil dari sakunya.
“ Ini obat tradisional mabuk laut.
Habis diminum biarkan dulu sebentar. Jangan tidur lagi habis itu, duduk saja.
Kalau terasa mau muntah, muntahkan.
Nanti sudah baikan, kau pergi kadapur, minta makan ke Daeng Baji.
Obatnya agak hangat, tapi engga apa- apa.”
Hardi menerima bungkusan obat itu dan mengucapkan terima kasih.
Ridwan balik keanjungan lagi. Hardi mengambil air dari termos diatas meja dan meminum obat tadi.
Baru dimulut sudah terasa panas, sebentar kemudian perutnya panas sekali. \
Entah bagaimana seperti ini dibilang hangat oleh haji Ridwa.
Hardipun makin mual. Cepat – cepat keluar kabin menuju back atas, tidaki tahan rasanya mau muntah.
“ Huakkk……Huaaakkkk…. “ Hardi berusaha memuntahkan isi perutnya kelaut. Tapi, tidak ada yang keluar .” Huakkkk…..Huaaaakkk,” tetap tidak ada.
Dia memegang erat pipiran kapal, kepala disandarkan telingkup kesitu.
Terdengar tawa para ABK mungkin dianggap hiburan melihat orang mabuk laut.
“ Hardi !!!!!!!!! Sukma menyerap bumi, buang kelaut!” Riwan berseru nyaring dari anjungan.
Hardi menganggup pelan. Dia berdiri menghadap laut, Konsentrasi merapal ajian sukma menyerap bumi.
Aliran hawa panas mulai merasuki tubuhnya dari kaki, pelan – pelan merayap naik .
Hardi menegakan tubuhnya, Kedua tangan bergerak menarik dari bawah………..
“ Hah…!!!! Dia me3mukulkan kedua telapak tangannya kearah laut. Bersamaan dengan itu, seperti ada sesuatu yang ikut terlempar keluar dari tubuhnya. Hardi menarik napas dalam, lalu telapaktangan dikatupkan di depan dada.
“ Hegh..!!! Dia bersendawa sekali. Badannya kini telah pulih, Tak tersisa mual sedikitpun, yang muncul sekarang adalah lapar menusuk perut.
Dianjungan, Ridwan mengangguk – angguk puas. Yakin dia kalau Hardi telah menguasai ilmu silat Daeng Matoa dengan baik. “ Pergi makan !! Minta kedaeng Baji di dapur…..!! Serunya.
Hardi mengangguk lalu bergegas turun menuju dapur. Lincah gerakannya.
Para ABK yang tadi menertawainya kini melongo melihat Hardi sudah bisa bergerak selincah itu. Padahal, barusan wajah pemuda begitu pias kebiru – biruan.
Maklum, ini mabuk lautnya yang pertama seumur hidup.
Daeng Baji mengambilkan nasi sepiring penuh berikut lauknya.
Hardi makan dengan lahap setelah mengucapkan terima kasih..
“ Nambah!” Tanya koki kapal ini.
Cukup, Daeng, “ Jawab Hardi .
Ilmumu tadi sama seperti Punya Haji Ridwan. Apa kamu muridnya???/
Tadi saat hardi ke payahan mabuk laut , Daeng Baji sedang didek atas. Dia melihat apa yang terjadi dan apa yang dilakukan hardi.
“ Bukan, Daeng, ayahku yang mengajarkan. Ayahku seperguruan dengan Pak Haji.
Daeng Baji mengangguk – angguk paham.
Hardi minum segelas besar Air yang disediakan Daeng Baji.
Badannya kini segar sepenuhnya goyangan kapal tidak jadi masalah lagi.
“ Terima kasih, Daeng, Waktu aku keatas lagi, Ujarnya.
Daeng baji mengangguk. Hardipun melompat naik.
Didek atas, Tanpa segan dia membantu para ABK yang sedang bekerja.
Apa saja yang bisa dikerjakan.
Pemuda – Pemuda sepantarannya itu suka kepadanya. Hardi memang pandai bergaul.
Sebentar saja mereka sudah kelihatan akrab, layaknya kawan lama. Padahal, baru kenal.
“ Ehh, Hardi, berani engga kau pasang layar disini??? Tanya amir, salah seorang ABK, sambil menepuk – nepuk tiang layar yang tinngi itu. Hardi memandang tiang itu.
Berani. Tetapi, aku ngga tau caranya.
Mendengar jawaban Hardi para ABK yang ntah mengapa seperti berkumpul disitupun berbisik – bisik sesama mereka. Hardi tidak tau apa yang mereka perbincangkan sampai salah seorang mengunmpulkan uang dari teman – temannya. Barulah dia paham, ini soal taruhan. Amir menghampiri Hardi lagi. Kita adu cepat kau perhatikan caraku pasang layar disini. Nanti kau pasang ditiang sana.
Berani??? Tantangannya.
“ Taruhan berapa??? Tanya Hardi.
Seribu, Jawab Amir cepat.
Hardi terdiam. Bukan soal berani atau tidak, tapi uang bekalnnya Cuma sepuluh ribu,. Kalau mesti hilang seribu sayang betul rasanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar